A.Pengertian Korupsi
1. Pengertian Korupsi Menurut Etimology
Korupsi berasal dari bahasa Latin corrumpereatau corruptio,lalu diadopsi ke dalam
bahasa Inggris corruption, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,
menyalahgunakan atau menyuap.Secara harfiah, korupsi yaitu perilaku pejabat
publik atau pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan cara menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan padanya.
2. Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli :
2. Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli :
a.Kartono
Korupsi juga suatu perbuatan yang salah
dalam menguras sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatan-kekuatan formal untuk memperkaya diri sendiri.Korupsi adalah tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang guna mengeduk keuntungan pribadi, namun merugikan kepentingan umum
bahkan kepentingan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah dalam
menggunakan kekuasaan, demi kepentingan pribadi.
b.Wirtheim
Korupsi adalah suatu kondisi dimana
seorang pejabat tinggi menerima hadiah dari seseorang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan sipemberi hadiah.
Orang yang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam
korupsi. Wirtheim juga memenam-bahkan bahwa, balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau orang-orang yang mempunyai hubu-ngan pribadi dengannya, juga dianggap
sebagai korupsi.
Dari pendapat 2 ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa, ciri yang menonjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar asas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan negara serta melanggar asas pemisahan kakayaan pribadi dengan
kekayaan ne-gara.
3.
Pengertian Korupsi Menurut Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi
manusia me-rupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh
sesama manusia, dilindungi oleh negara serta masyarakat internasional. Beberapa
hak asasi manusia antara lain : hak untuk hidup, hak ekonomi dan hak sosial.
Perbuatan korupsi yang dilakukan oleh koruptor ternyata berakibat
merugikanterhadap hak asasi sesama warga negara, mengingat uang yang dikorupsi
sebetulnya adalah milik rakyat, yang diperuntukkan bagi kepentingan rakyat pula
dalam menopang berbagai sendi-sendi kehi-dupan. Dengan dikorupsinya uang negara
tersebut, maka akan terjadi perampasan hak-hak hidup, hak ekonomi serta hak sosial, utamanya
terhadap masyarakat kalangan bawah.
Sesuai ketentuan dalam instrumen HAM
internasional yang terdiri Universal
Declaration of Human Right (UDHR), The International Co-venant on Civil and Political Right
(ICCPR), dan The International Co-venant on
EconomicSocial dan Cultural Right (ICESCR), serta instrumen nasional tentang HAM yang terdiri
Pasal 28 A UUD 1945 dan Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 28 H ayat (3)
dapat disimpulkan bahwa, korupsi juga merupakan bentuk paling nyata dari pelanggaran terhadap
HAM.
Korupsi telah menjadi akar sekaligus muara
dari berbagai pelang-garan HAM. Bukan hanya pelanggaran hak ekonomi, sosial dan
budaya yang merupakan dampak langsung, namun juga pelanggaran atas hak sipil
dan politik sebagai dampak tidak langsung. Pelanggaran atas hak-hak asasi
dibidang hak ekonomi sosial budaya terjadi bilamana korupsi terjadi pada
kebijakan yang diambil pemerintah yang menyebabkan kerusakan lingku-ngan,
menguntungkan perusahaan besar dan meminggirkan masyarakat adat yang telah
menghuni kawasan tersebut secara turun-temurun.
4. Pengertian Korupsi Menurut Agama
Di dalam Islam, korupsi merupakan
perbuatan yang dilarang. Banyak ayat Al-Quran dan Hadist yang menujukkan adanya
larangan korupsi. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda “Allah melarang
orang yang menyuap berikut orang yang menerima suap dan orang yang menjadi
penghubung antara keduanya”
(HR Imam Ahmad). Hal ini menunjukkan bahwa larangan suap tak hanya terhadap
penyuap dan orang yang disuap saja, akan tetapi orang yang mempermudah proses
tersebut juga termasuk bagian dari korupsi itu sendiri. Sistem ekonomi Islam
sangat tidak mentoleransi adanya korupsi, karena korupsi dapat merusak maqasid
syariah. Oleh sebab itu
diperlukan adanya upaya-upaya yang harus dilakukan terutama para pelaku ekonomi
muslim untuk menghindari korupsi dan menghilangkan efek korupsi dari
perekonomian.
Korupsi adalah perbuatan yang mengandung
banyak definisi, sesuai pemahaman dari Al-Quran, Hadits dan juga Fiqih Islam. Pada hakekatnya definisi korupsi
adalah usaha memperkaya diri sendiri dengan jalan melanggar hukum agama.
Bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang sejenis korupsi dalam Islam dapat berupa
penggelapan (ghulul), pencurian (suroqoh), perampokan (hirobah), menggunakan barang milik orang lain tanpa
izin(ghosob) dan suap (risyah). Korupsi lebih mengarah kepada perusakan
makro ekonomi dan sosial negara, maka status hukumnya layak ditetapkan sebagai kategori perampokan ( hirobah) dan dapat dikrimi-nalisasikan sebagai
kejahatan.
5. Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Hukum
5. Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Hukum
Ditinjau dari sudut pandang ilmu hukum,
korupsi adalah suatu perbuatan
yang memenuhi unsur-unsur : perbuatan melawan hukum, bertentangan
dengan kewajibannya, memperkaya diri serta merugikan keuangan negara.
yang memenuhi unsur-unsur : perbuatan melawan hukum, bertentangan
dengan kewajibannya, memperkaya diri serta merugikan keuangan negara.
a.
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Dahulu pengadilan menafsirkan “melawan
hukum”hanya sebagai
pelanggaran dari pasal-pasal hukum yang tertulis semata-mata
(pelanggaran perundang-undangan yang berlaku),tetapi
sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda,
dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya
untuk pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata,
melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap
kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat,
hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
HukumPerdata ( KUHPerdata ).
pelanggaran dari pasal-pasal hukum yang tertulis semata-mata
(pelanggaran perundang-undangan yang berlaku),tetapi
sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda,
dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya
untuk pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata,
melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap
kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat,
hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
HukumPerdata ( KUHPerdata ).
1). Definisi perbuatan melawan hukum
a). Perbuatan yang bertentangan dengan hak
orang lain.
b). Perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri.
c). Perbuatan yang bertentangan dengan
kesusilaan.
d). Perbuatan yang bertentangan dengan
kehati-hatian atau keharusan
dalam pergaulan masyarakat yang baik.
e). Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan
dalam pergaulan masyarakat yang baik ini.
dalam pergaulan masyarakat yang baik.
e). Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan
dalam pergaulan masyarakat yang baik ini.
2). Kategori Perbuatan Melawan Hukum
Dalam ilmu hukum dikenal ada 3 kategori dari perbuatan melawan hukum,yaitu :
a). Perbuatan melawan hukum karena
kesengajaan.
b). Perbuatan melawan hukum tanpa
kesalahan (tanpa unsur kesengajaan dan
kelalaian)
kelalaian)
c). Perbuatan melawan hukum karena
kelalaian.
3). Unsur – Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Sesuai
ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan
hukum
harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a). Adanya suatu perbuatan.
b). Perbuatan tersebut melawan hukum.
c). Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
d). Adanya kerugian bagi korban.
e). Adanya hubungan kausal antara
perbuatan dengan kerugian.
4). Macam –
Macam Bentuk Perbuatan Melawan Hukum
Bentuk perbuatan melawan hukum terdiri :
a).Nofeasance, yakni tidak berbuat sesuatu yang
diwajibkan oleh hukum
b).Misfeasance, yakniperbuatan yang
dilakukan secara
salah, perbuatan
tersebut merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang
mempunyai hak untuk melakukannya.
tersebut merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang
mempunyai hak untuk melakukannya.
c).Malfeasance, yakni merupakan
perbuatanyang dilakukan padahal pelakunya
tidak berhak untuk melakukannya.
Mengacu ketentuan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) UU No.31Tahun 1999
tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi,yang dimaksud dengan secara
melawan hukum dalam pasal in mencakup perbuatan melawan hukum dalam
arti formil maupun dalam arti materiil,yakni meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat,maka perbuatan tersebut
dapat dipidana.
tidak berhak untuk melakukannya.
Mengacu ketentuan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) UU No.31Tahun 1999
tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi,yang dimaksud dengan secara
melawan hukum dalam pasal in mencakup perbuatan melawan hukum dalam
arti formil maupun dalam arti materiil,yakni meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat,maka perbuatan tersebut
dapat dipidana.
b. Pengertian Bertentangan Dengan
Kewajibannya
Sesuai ketentuan peraturan
perundangan,setiappegawai negeri khususnya
para penyelenggaranegara harus melakukan segala kewajiban yang telah ditentukan,
sehingga apabila mereka telah melakukan suatu kewajibannya namun tidak sesuai
ketentuan yang telah digariskan, hal ini merupakan suatu tindak pidana.
Modus-modus operandi inilah yang sering menjerat mereka dalam kasus-kasus
korupsi.
para penyelenggaranegara harus melakukan segala kewajiban yang telah ditentukan,
sehingga apabila mereka telah melakukan suatu kewajibannya namun tidak sesuai
ketentuan yang telah digariskan, hal ini merupakan suatu tindak pidana.
Modus-modus operandi inilah yang sering menjerat mereka dalam kasus-kasus
korupsi.
Menurut ketentuan - ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, Dan Nepotisme,hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggara negara,dinyatakan
sebagai berikut :
1). Pengertian Penyelenggara Negara
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, Dan Nepotisme,hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggara negara,dinyatakan
sebagai berikut :
1). Pengertian Penyelenggara Negara
Sesuai ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999,Penyelenggara Negara
adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif,
dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan berkaitandengan penye-
lenggaraan negara,sesuai denganketentuanperaturanperundang-undangan yang
berlaku.
adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif,
dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan berkaitandengan penye-
lenggaraan negara,sesuai denganketentuanperaturanperundang-undangan yang
berlaku.
2).Macam-Macam Penyelenggara Negara
Ketentuan dalam Pasal 2 Undang - Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyeleng-
gara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,Kolusi, Dan Nepotisme, yang
termasuk dalam penyelenggara negara yaitu :
gara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,Kolusi, Dan Nepotisme, yang
termasuk dalam penyelenggara negara yaitu :
(a).Pejabat Negara pada LembagaTertinggi Negara;
(b).Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
(c).Menteri;
(e).Hakim;
(f).Pejabat negara yang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan ;
undangan yang berlaku dan ;
(g).Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.Penyelenggaran negara mempunyai posisi yang
sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara, karena mereka sangat
berperan untuk mencapai cita–cita perjuangan bangsa sebagai-
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.Penyelenggaran negara mempunyai posisi yang
sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara, karena mereka sangat
berperan untuk mencapai cita–cita perjuangan bangsa sebagai-
mana tercantum
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
3). Hak Penyelenggara Negara
Sesuai ketentuan Pasal 4
Undang–Undang Nomor 28 Tahun1999, hakyang dimiliki
setiap penyelenggara negara meliputi :
setiap penyelenggara negara meliputi :
(a). Menerima gaji,tunjangan, dan fasilitas
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
perundang-undangan yang berlaku;
(b). Menggunakan hak jawab terhadap setiap teguran,tindakan dari atasannya, ancaman
hukuman,dan kritik masyarakat;
hukuman,dan kritik masyarakat;
(c). Menyampaikan pendapat dimuka umum secara
bertanggung jawab sesuai dengan
wewenangnya
wewenangnya
(d). Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan
yang berlaku.
yang berlaku.
4). Kewajiban Penyelenggara Negara
Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, setiap
penyelenggara negara memiliki kewajiban yang melekat, terdiri
a). Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatannya;
penyelenggara negara memiliki kewajiban yang melekat, terdiri
a). Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatannya;
b). Bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum,selama dan setelah menjabat;
c). Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat;
d). Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi,
dan nepotisme;
e). Melaksanakantugas tanpa membeda-bedakansuku, agama, ras,dan golongan;
f). Melaksanakan tugasdengan penuh rasa tanggung jawab
dan tidak
melakukan
perbuatan tercela,tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,
kroni,maupun kelompok,dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk
apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
perbuatan tercela,tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,
kroni,maupun kelompok,dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk
apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
g). Bersedia menjadi saksi dalam
perkarakorupsi,kolusi,dan nepotisme serta dalam
perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
Segala ketentuan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun Tahun 1999
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam kapasitasnya sebagai
penyelenggara negara, jika seorang penyelenggara negara tidak menjalankan
wajiban tersebut, atau melakukan hal yang berlawanan dengan kewajiban tersebut,
maka yang bersangkutan telah melakukan salah satu unsur tindak pidana korupsi,
yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya.
perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
Segala ketentuan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun Tahun 1999
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam kapasitasnya sebagai
penyelenggara negara, jika seorang penyelenggara negara tidak menjalankan
wajiban tersebut, atau melakukan hal yang berlawanan dengan kewajiban tersebut,
maka yang bersangkutan telah melakukan salah satu unsur tindak pidana korupsi,
yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya.
c. Pengertian Memperkaya Diri
Secara harfiah memperkaya diri dapat
diartikan sebagai perbuatan seseorang dengan sengaja mempergunakan uang/kekayaan milik pihak lain/negara yang tidak sesuai
dengan peruntukannya, namun untuk menambah kemampuan finansial diri sendiri
dengan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki pihak lain / negara tersebut.
Seorang yang berke-dudukan sebagai pegawai negeri, oleh negara telah diberi hak - hak finansial
yang terdiri gaji dan tunjangan lainnya sesuai kemampuan tanggung jawabnya dalam batas kewajaran,
berdasarkan peraturan perundangan. Kenyataan dilapangan, jika seorang pegawai
negeri atau yang digaji oleh negara memiliki kekayaan diluar batas kewajaran
tersebut, maka ada indikasi yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana
korupsi.
Menurut undang-undang tindak pidana korupsi, pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi haruslah dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu
1). Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istr
atau suami,anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai
hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
Menurut undang-undang tindak pidana korupsi, pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi haruslah dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu
1). Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istr
atau suami,anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai
hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
2). Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang
dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya,maka keterangan
tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudh ada,bahwa terdakwa
3). Pasal ini merupakan alat bukti
“petunjuk” dalam perkara
korupsi setiap orang yang
didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib membuktikan sebaliknya terhadap
harta benda miliknya yangbelum didakwakan,tapi juga diduga berasal dari tindak
pidana korupsi (Pasal 38B ayat (1) undang-undang nomor 20 tahu 2001).
didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib membuktikan sebaliknya terhadap
harta benda miliknya yangbelum didakwakan,tapi juga diduga berasal dari tindak
pidana korupsi (Pasal 38B ayat (1) undang-undang nomor 20 tahu 2001).
Apabila terdakwa didepanpersidangantidak
dapat membuktikan bahwa harta
benda yang dimiliki diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta
benda tersebut di anggap diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Ketentuan undang – undang ini merupakan beban pembuktian terbalik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2) Undang-Undang nomor 20
tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
benda yang dimiliki diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta
benda tersebut di anggap diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Ketentuan undang – undang ini merupakan beban pembuktian terbalik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2) Undang-Undang nomor 20
tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
d. Pengertian Merugikan Keuangan Negara
1). Pengertian Keuangan Negara
a). Menurut Penjelasan Undang – Undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak serta kewajiban yang timbul karena :
(1). Berada dalam penguasaan,pengurusan,pertanggung jawaban
1). Pengertian Keuangan Negara
a). Menurut Penjelasan Undang – Undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak serta kewajiban yang timbul karena :
(1). Berada dalam penguasaan,pengurusan,pertanggung jawaban
pejabat lembaga negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah.
(2).
Berada dalam penguasaan,pengurusan,danpertanggung jawaban
Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah,yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau perusahaan yang menyertakanmodalpihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan negara
Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah,yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau perusahaan yang menyertakanmodalpihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan negara
b). Menurut
Undang-UndangNo.17 Tahun2003 tentang Keuangan Negara
(1).Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaanhak dan kewajibantersebut ( Pasal 1 angka 1)
(2).Pasal2 menyatakan keuangannegara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka1, meliputi antara lain kekayaan negara atau kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga,piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang,termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusaha-
an negara atau perusahaan daerah.
2).Pengertian Kerugian Negara
Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Tindak Pidana Korups No.31 Tahun 1999 sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-UndangNo.20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999,
yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup…..
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaanhak dan kewajibantersebut ( Pasal 1 angka 1)
(2).Pasal2 menyatakan keuangannegara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka1, meliputi antara lain kekayaan negara atau kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga,piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang,termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusaha-
an negara atau perusahaan daerah.
2).Pengertian Kerugian Negara
Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Tindak Pidana Korups No.31 Tahun 1999 sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-UndangNo.20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999,
yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup…..
Pengertian dapat merugikan keuangan negara
bahwa,
tidak perlu benar-benar telah terjadi secara nyata
kerugian keuangan
negara. Dengan dapat
atau mungkin akan menimbulkan kerugian negara,
maka
bagaian inti dari delik ini telah terpenuhi.
Dengan demikian akan mempermudah
dalam
melakukan pembuktian.
6.
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang
Sesuai ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang
atau korporasi yang bertujuan untuk memperkaya diri atau kelompoknya serta dapat
merugikan keuangan negara.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang
atau korporasi yang bertujuan untuk memperkaya diri atau kelompoknya serta dapat
merugikan keuangan negara.
Pengertian atau definisi korupsi menurut undang-undang secara jelas telah dicantumkan
dalam13 buah pasal pada UU No.31 Tahun1999 yang telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Berdasarkan pasal-pasal
tersebut,korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terperinc imengenai perbuatan yang bisa dikenakan
sanksi pidana karena korupsi.
Ketiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.Merugikan keuangan negara
b.Suap-menyuap
c.Penggelapan dalam jabatan
d.Pemerasan
e.Perbuatan curang
f.Benturan kepentingan dalam pengadaan barang
dan jasa
g.Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas,masih ada tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31
Tahun1999 jo.UU No.20 Tahun 2001,yaitu :
dalam13 buah pasal pada UU No.31 Tahun1999 yang telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Berdasarkan pasal-pasal
tersebut,korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terperinc imengenai perbuatan yang bisa dikenakan
sanksi pidana karena korupsi.
Ketiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.Merugikan keuangan negara
b.Suap-menyuap
c.Penggelapan dalam jabatan
d.Pemerasan
e.Perbuatan curang
f.Benturan kepentingan dalam pengadaan barang
dan jasa
g.Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas,masih ada tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31
Tahun1999 jo.UU No.20 Tahun 2001,yaitu :
h.Jenistindakpidanalain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi,
adalah :
1).Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2).Tidak memberi keterangan atau tidak memberi keterangan yang benar
3).Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4).Saksi atau ahli yang tidak memberi keteranganatau memberi keterangan
palsu
5).Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberikan keterangan palsu
6).Saksi yang membuka identitas pelapor
B. Motif Korup
Korupsi dilakukan dengan berbagai motif atau tujuan, yaitu :
1).Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2).Tidak memberi keterangan atau tidak memberi keterangan yang benar
3).Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4).Saksi atau ahli yang tidak memberi keteranganatau memberi keterangan
palsu
5).Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberikan keterangan palsu
6).Saksi yang membuka identitas pelapor
B. Motif Korup
Korupsi dilakukan dengan berbagai motif atau tujuan, yaitu :
1. Motif Ekonomis
Dalam hal ini, pihak-pihak yang melakukan
korupsi dipicu oleh keuntungan
finansial atau keuangan serta fasilitas yang memiliki nilai ekonomi. Dampak
adanya motif ekonomi akibat korupsi dapat diketahui dari beberapa
bukti dengan ditemukan adanya kekayaan penyelenggara negara
yang tidak sesuai dengan tingkat penghasilan yang menjadi haknya
secara sah serta besarnya tingkat kerugian keuangan negara
sebagai akibatnya.
finansial atau keuangan serta fasilitas yang memiliki nilai ekonomi. Dampak
adanya motif ekonomi akibat korupsi dapat diketahui dari beberapa
bukti dengan ditemukan adanya kekayaan penyelenggara negara
yang tidak sesuai dengan tingkat penghasilan yang menjadi haknya
secara sah serta besarnya tingkat kerugian keuangan negara
sebagai akibatnya.
a. Besarnya
Kekayaan Para Penyelenggara Negara Yang Dianggap Tidak
Wajar Di jajaran Dirjen Pajak,Pusat Pelaporan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) banyak menemukan rekening
milik para pejabat dan keluarganya melakukan transaksi
dalam jumlah besar, yang dianggap tidakwajar sesuai kapasitasnya
sebagaiPNS,yaituberkisarantara Rp500 juta hingga Rp.37 miliar.
Wajar Di jajaran Dirjen Pajak,Pusat Pelaporan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) banyak menemukan rekening
milik para pejabat dan keluarganya melakukan transaksi
dalam jumlah besar, yang dianggap tidakwajar sesuai kapasitasnya
sebagaiPNS,yaituberkisarantara Rp500 juta hingga Rp.37 miliar.
b. Besarnya
Tingkat Kerugian Keuangan Negara
Keuangan
negara mengalami kerugian yang cukup signifikan pada
rentang waktu April 2004s/d April 2005
sebesar Rp 4 triliun ( Rp 3,551 triliun + US $ 24,6 juta ).
2. Motif Politik
rentang waktu April 2004s/d April 2005
sebesar Rp 4 triliun ( Rp 3,551 triliun + US $ 24,6 juta ).
2. Motif Politik
Upaya-upaya
yang dilakukan oleh koruptor lebih mengarah hal-hal yang bersifat finansial,
akan tetapi banyak pula yang mengarah kepada sua-tu kepentingan-kepentingan tertentu,
bukan kepentingan seluruh masya-rakat. Wujud korupsisi dibidang politik antara lain
pembuatan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan, tetapi Korupsi politis ada
dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas.
Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan
besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus "pro-bisnis" ini
hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
C.Macam-macam Korupsi
akan tetapi banyak pula yang mengarah kepada sua-tu kepentingan-kepentingan tertentu,
bukan kepentingan seluruh masya-rakat. Wujud korupsisi dibidang politik antara lain
pembuatan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan, tetapi Korupsi politis ada
dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas.
Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan
besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus "pro-bisnis" ini
hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
C.Macam-macam Korupsi
Beberapa bentuk korupsi yang banyak
dikenal masyarakat adalah:
1. 1.Penggelapan
Penggelapan dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang disengaja dan
dengan melawan hukum memiliki barang, yang
sama sekali atau sebagai -
an kepunyaan orang lain danyang ada
padanya bukan karena kejahatan. Ketentuan
tersebut tercantum pada Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP).
tersebut tercantum pada Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP).
Ketentuan lebih lanjut tentang penggelapan
diatur dalam Pasal 8
Undang – Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,yaitu,”…… pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementar awaktu,dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya,atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut ”.
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,yaitu,”…… pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementar awaktu,dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya,atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut ”.
2. Penyuapan ( Bribery )
Pengertian suap menurut Pasal 2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang
Tindak Pidana Suap adalah : “ Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang dengan maksud membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangannya atau
kewajibannya yang Menyangkut kepentinganumum.....”. Dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1980 dinyatakan bahwa “Barang-siapa menerima
sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa
pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat atau tidak berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya,yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum”.
Tindak Pidana Suap adalah : “ Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang dengan maksud membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangannya atau
kewajibannya yang Menyangkut kepentinganumum.....”. Dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1980 dinyatakan bahwa “Barang-siapa menerima
sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa
pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat atau tidak berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya,yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum”.
Ketentuan mengenai suap menurut Pasal 12
huruf a Undang – Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, adalah “…..pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan nya, yang bertentangan dengan kewajibannya “
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, adalah “…..pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan nya, yang bertentangan dengan kewajibannya “
3. Penggelembungan (Mark up )
Penggelembungan (mark up) merupakan
perbuatan yang disengaja dengan
sedemikian rupa untuk menaikkan harga terhadap pengadaan ba-rang dan jasa
dalam pembuatan anggaranuntuk kepentingan dinas yang dilakukan oleh seorang
pegawai negeri, sehingga dapat merugikan keuangan negara.
sedemikian rupa untuk menaikkan harga terhadap pengadaan ba-rang dan jasa
dalam pembuatan anggaranuntuk kepentingan dinas yang dilakukan oleh seorang
pegawai negeri, sehingga dapat merugikan keuangan negara.
4. Gratifikasi.
Menurut kamus ilmiah populer, gratifikasi
disamakan dengan pemberian
sesuatu atau hadiah kepada pihak lain, dalam hal ini pejabat atau penyelenggara
negara.Ketentuan mengenai suap menurut Pasal 12 huruf b Undang – Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan
Undang - Undang Nomor 20Tahun 2001, yaitu:
sesuatu atau hadiah kepada pihak lain, dalam hal ini pejabat atau penyelenggara
negara.Ketentuan mengenai suap menurut Pasal 12 huruf b Undang – Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan
Undang - Undang Nomor 20Tahun 2001, yaitu:
“….pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya “.
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya “.
Ketentuan lebih lanjut tentang gratifikasi
yang tercantum dalam Pasal 12 B
ayat (1) Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi dinyatakan bahwa “ Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya “.
ayat (1) Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi dinyatakan bahwa “ Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya “.
D. Pelaku
Korupsi
Pihak-pihak yang dapat melakukan korupsi adalah kalangan
terbatas,utamanya lingkungan pejabat atau mereka yang dekat dengan
akses kekuasaan,komunitas ini rata-rata memiliki sumber daya manusia
yang potensial,oleh karena itu korupsi sering mendapatkan
sebutan white collar crime (kejahatan kerah putih),yaitu bentuk
kejahatan yang dilakukan oleh kaum intelektual yang bermoral
rendah dan minim integritasnya.
Mereka antara lain :
1.Pejabat Administrasi
2.Pejabat Publik
3.Pejabat BUMN
4.Pejabat Politik
5.Sinergi Pejabat dengan Pengusaha
E. Dampak Yang Diakibatkan Korupsi
terbatas,utamanya lingkungan pejabat atau mereka yang dekat dengan
akses kekuasaan,komunitas ini rata-rata memiliki sumber daya manusia
yang potensial,oleh karena itu korupsi sering mendapatkan
sebutan white collar crime (kejahatan kerah putih),yaitu bentuk
kejahatan yang dilakukan oleh kaum intelektual yang bermoral
rendah dan minim integritasnya.
Mereka antara lain :
1.Pejabat Administrasi
2.Pejabat Publik
3.Pejabat BUMN
4.Pejabat Politik
5.Sinergi Pejabat dengan Pengusaha
E. Dampak Yang Diakibatkan Korupsi
Akibat yang ditimbulkan oleh korupsi
sangat serius dalam berbagai aspek
kehidupan, antara lain :
1. Dampak Sosial
Perbuatan korupsi dapat dilakukan oleh
perseorangan, beberapa orang, korporasi dan sinergi perseorangan atau beberapa
orang dengan korporasi. Perbuatan tersebut memang hanya dilakukan sebagaian
kecil dari jumlah masyarakat, tepatnya disebut oknum, tetapi dampak atau akibat
yang ditimbulkan cukup signifikan dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat
dengan jumlah yang cukup besar dan mencakup berbagai bidang kehidupan masyarakat meluas.
Dampak yang dirasakan masyarakat antara
lain berkurangnya fasilitas publik yang dapat digunakan oleh masyarakat, misal
dalam memperoleh pendidikan dengan biaya yang terjangkau, rendahnya kualitas
sarana publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat, misal banyaknya fasilitas umum yang rusak, antara lain semakin banyaknya jalan yang berlubang. Hal
tersebut memungkinkan terjadi karena, dana dari pe-merintah yang digunakan
untuk membiayai sektor-sektor tersebut telah mengalami pengurangan bersifat
illegal yang dilakukan oleh aparat-aparat pemerintah.
Kualitas pelayanan publik yang harus
diterima oleh masyarakatpun mengalami penurunan kualitas bahkan kuantitas dari
standar yang telah digariskan oleh pemerintah, misal pelayanan kesehatan di
institusi-institusi milik pemerintah, baik dalam berkurangnya pelayanan dari
tenaga medis maupun makin minimnyaa kualitas obat dan sarana medis lain
seharusnya cukup memadai yang dapat diterima oleh masyarakat. Dapat terjadi
pula tidak diberikannya hak-hak masyarakat dari pemerintah, misal tidak diteri-
manya subsidi biaya pendidikan yang
menjadi hak masyarakat, hal ini ber-
akibat makin tingginya biaya pendidikan
bagi masyarakat.
Korupsi juga menyuburkan berbagai jenis
kejahatan yang lain dalam masyarakat. Mengingat semakin tinggi tingkat korupsi,
semakin besar pula tingkat kejahatan. Menurut Transparency International,
terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan.
Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga
meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka
kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga
meningkat.
Dengan mengurangi korupsi dapat juga atau
secara tidak langsung mengurangi kejahatan yang lain. Meningkatnya angka
korupsi, meng-indikasikan lemahnya penegakan hukum, maka hal ini akan berimbas
pada peningkatan angka kejahatan selain korupsi.
2. Dampak Ekonomi
Dalam berbagai bidang kehidupan, negara
memberikan subsidi untuk menunjang keberlangsungan kehidupan masyarakat,
mengingat negara kita masih dalam taraf negara berkembang yang ditandai dengan
masih rendahnya pendapatan sebagaian besar masyarakat.Untuk meringankan biaya
hidup tersebut, pemerintah telah mengalokasikan dana untuk memberikan subsidi
beberapa sektor penting, misalnya pupuk, pengurusan administrasi, pendidikan,
kesehatan dan beberapa bahan kebutuhan pokok.
Kenyataan di lapangan, ada subsidi penuh
yang dapat diterima oleh masyarakat, namun ada subsidi yang mengalami
pengurangan bahkan beberapa subsidi tidak diberikan kepada masyarakat sama
sekali. Hal tersebut berakibat besar terhadap beban ekonomi masyarakat, terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah yang jumlahnya masih cukup tinggi hingga saat ini. Peristiwa itu
sepatutnya tidak terjadi, jika para oknum pejabat menyadari bahwa peruntukkan
dana bagi masyarakat yang tidak mampu tidak disunat atau digelapkan untuk
memperkaya dirinya sendiri.
Selain berpengaruh secara langsung
terhadap perekonomian masyarakat, dampak ekonomis akibat korupsi juga berakibat
berkurang atau melemahnya investasi asing, karena investor dibebani ekonomi
biaya tinggi. Melemahnya investasi asing akan berdampak langsung terhadap
pendapatan negara dari sektor pajak,
secara tidk langsung akan berdampak makin minimnya lapangan kerja dari sektor
industri. Hal ini akan berakibat pula terhadap menurunnya tingkat perekonomian
masyarakat.
3. Dampak Moral
Masyarakat kita dikenal oleh bangsa lain
sebagai sosok manusia yang ber-Ketuhanan, berperi kemanusiaan, memiliki
persatuan yang kuat, suka bermusyawarah untuk menye-lesaikan berbagai persoalan
hidup memiliki rasa sosial yang tinggi. Akhir-akhir ini sifat-sifat baik
masyarakat tersebut mengalami degradasi, antara lain karena mereka telah
menem-patkan harta benda atau kekayaan sebagai simbol tertinggi dalam
kehidupan, ikatan persatuan dan kebersamaan makin berkurang karena mereka lebih
mendekatkan diri pada finansial daripada bergaul dengan sesamanya serta melunturkan untuk berempati terhadap
hak-hak orang lain yang dapat mencederai rasa keadilan.
Korupsi juga berimbas kepada perilaku
masyarakat yang semula memiliki ikatan sosial yang tinggi, telah menggeser
perilaku manusia untuk bersifat anti sosial atau individual. Korupsi juga mampu
merubah karakter masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kegotong
royongan kearah masyarakat yang berprilaku komersial. Kultur masyarakat kita
pada umumnya lekat sifat-sifat patrilineal, dimana perilaku tauladan para
pemimipin sangat mempengaruhi perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Jika
para pemimpin melakukan tindakan yang tidak terpuji, misal korupsi, maka
merekapun sangat mudah untuk berbuat hal yang sama.
Korupsi merupakan perilaku menyimpang yang
banyak dilakukan oleh para pemimpin atau pejabat yang seharusnya dapat
dijadikan tauladan bagi masyarakat. Dimungkinkan perilaku menyimpang tersebut
akan berimbas pada perilaku masyarakat
pula.
4. Politik
Secara
etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani “polis”,yang artinya
kota/negara. Sejalan dengan perkembangan zaman, pengertian politik mengalami perkembangan. Saat ini politik dapat
diartikan sebagai negara, hal-hal yang berkaitan dengan negara, kepentingan
umum, hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, pemerintah, birokrasi,
bahkan kekuasaan.
Menurut pendapat penulis, korupsi yang
merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum, akan
berdampak me-nurunnya kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Jika pemerintah
justru memakmurkan praktik korupsi, maka akan lenyap pula unsur hormat dan
kepercayaan (trust) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi yang
kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat.
Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan
ancaman dan duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga
meng-hancurkan pertumbuhan ekonomi. Beberapa lembaga internasional menolak
membantu negara-negara korup, karena menurut mereka korupsi akan menimbulkan
demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik di negara tersebut.
Birokrasi pemerintah, merupakan
garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum (publik)
kepada masyarakat. Dampak korupsi dalam bidang politik, yaitu :
kepada masyarakat. Dampak korupsi dalam bidang politik, yaitu :
a. Melemahkan birokrasi sebagai tulang
punggung negara.
b. Menumbuhkan ketidak efisienan yang
menyeluruh ke dalam birokrasi.
c. Mengganggu kinerja sistem politik yang
berlaku.
d. Menghambat peran negara dalam pengaturan
alokasi berbagai bidang.
e. Menghambat negara melakukan pemerataan
akses dan aset.
f. Memperlemah peran pemerintah dalam
menjaga stabilitas ekonomi dan politik.
g. Menurunkan kredibilitas pemerintah
Korupsi dalam birokrasi dapat
dikategorikan dalam dua kecenderungan umumyang menjangkiti masyarakat dan yang
dilakukan di kalangan mereka sendiri. Transparency International membagi
kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu korupsi
administratif dan korupsi politik. Saat ini, publik cenderung meragukan citra
dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan korupsi.
Contohnya : lembaga tinggi DPR yang sudah mulai kehilangan ke-percayaan dari masyarakat, lembaga politik diperalat untuk menopang
terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok.
Faktor pendukung timbulnya korupsi negara demokrasi seperti
Indonesia adalah,akibat tersebarnya
kekuasaan ditangan banyak pihak dengan berbagai kepentingan yang telah
meretaskan peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi neoliberal telah
melibatkan pembukaan sejumlah lokus ekonomi bagi penyuapan, khususnya yang melibatkan para broker perusahaan publik. Pertambahan
sejumah pemimpin neopopulis yang memenangkan pemilu berdasar pada kharisma
personal malalui media, terutama televisi, yang banyak mempraktekan korupsi
dalam bentuk money
politic untuk
menggalang dukungan.
Korupsi yang merajalela di lingkungan
pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum yang akan menyuburkan finansial
oknum pejabat jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, maka akan
lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada
pemerintah. Praktik korupsi yang kronis akan menimbulkan demoralisasi di
kalangan warga masyarakat. Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan ancaman dan
duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga menghancurkan
per-tumbuhan ekonomi. lembaga internasional menolak membantu negara-negara
korup.
Dari kenyataan-kenyataan yang ada, dampak
korupsi yang terbesar adalah dalam system politik. Sistem politik merupakan
rohnya suatu negara atau bangsa untuk melangsungkan kehidupannya. Sistem
politik merupakan ikatan mekanisme penyelenggaraan suatu negara yang melibatkan
para pengambil kebijakan yang bersifat makro dan menentukan hendak dibawa ke mana arah suatu bangsa.
Kalau para pengambil kebijakan dari
pemegang kekuasaan tersebut telah terkontaminasi virus politik, maka banyak
kebijakan yang mereka buat hanya untuk kepentingan diri sendiri, partai atau
kroninya dan bukan untuk kepentingan rakyat dan akan berujunginstabilitas
politik.Munculnyakesenjangan sosial,penciptaan ekonomi biaya
tinggi,demoralisasi,asosial,individualistis,materialistis,dis-integrasi, instabilitas politik,degradasi dalam
demokrasiserta mele-mahnya tingkat kepercayaan internasional terhadap
pemerintah.
F.Mekanisme
korupsi
Dalam menjalankan aktivitasnya pihak-pihak yang terlibat
dalam korupsibersifat kolektif dan sitematis,karena membentuk jaringan dari
hulu hingga hilir yang saling berkaitan. Untuk memutus mata
rantai korupsi itu, sangat sulit, karena melibatkan banyak pihak, berskala
nasional,bahkan internasional serta melibatkan berbagai pihak di negara lain atau bersifat
transnasional.
Korupsi memang sudah
membudaya bahkan mendarah daging dengan berbagai bentuk dan tingkatan, di
masyarakat, maupun birokrat karena banyak orang yang berkepentingan dengan
tujuan masing-masing. Korupsi di Indonesia bahkan sudah masuk pada lapis
ketiga di mana telah terjadi jejaring yang melibatkan banyak pihak mulai dari
aparat pemerintahan, politisi, pengusaha, dan aparat penegak
hukum.
Ini berarti korupsi tidak berkembang pada
satu institusi publik, tetapi kait-mengait atau sistemik dengan beberapa
institusi publik dalam sebuah jaringan . Korupsi sudah layaknya satu sistem
yang kait-mengait dan saling melindungi untuk kelanggengannya. Kita melihat
kenyataan itu pada kasus mafia pajak dan mafia hukum Gayus Tambunan. Semua lini
aparat penegak hukum ada yang terlibat, baik dari polisi, kejaksaan, hakim
maupun pengacara.
G.Kemajuan-Kemajuan Modus Operandi Korupsi
Korupsi pada dasarnya dilakukan oleh
kelompok minoritas berintelektualtinggi tapi bermoral rendah,oleh karena itu dalam melakukan
aksinya mereka kaya akan trik dan intrik juga selalu ada kemajuan yang mereka
dapatkan,bahkan tidak jarang aktivitas yang dilakukan belum tersentuh oleh
perundang-undangan,karena mereka memiliki kemampuan untuk memasuki celah-celah hukum yang ada serta telah
bersifat sistemik dan endemik.Langkah maju yang telah dilakukan para koruptor
antara lain :
1.Penggunaan tehnologi informasi ( IT System )
2.Bersifat sistemik
3.Memanfaatkan kelemahan
perundang-undangan yang ada
4.Bersinergi dengan aparat penegak
hukum
5.Bersinergi dengan bentuk kejahatan lain, misal tindak pidana pencucian uang (money laun dring
6. Membentuk jaringan atau mafia dibidang
peradilan
7. Mengelabuhi publik untuk memperoleh
dukungan
H.Fenomena Korupsi
Hingga saat
ini,korupsimasih menjadi problem diberbagai negara,tidak terkecualinegara-negara maju. Hingga
saat ini belum ada satupunnegara-negara
tersebut yang bersih dari pengaruh korupsi.Hal inidapat dike-tahui dengan belum
adanya satupun negara yang berpredikat sebagai negara yangterbersih dari
pengaruh korupsi,atau pencapaian Indeks Persepsi Korup-sinya 10. Negara yang dianggap paling bersih dari
pengaruh korupsi saat ini adalah Finlandia dan Selandia baru,dengan pencapaian IPK sebesar 9,3.Tentunya
terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia pen-capaian Indeks
Persepsi Korupsi jauh dibawah itu,yaitu 2,8 hingga saat ini.
Upaya-upaya meningkatkan angka IPK
umummnya telah dilakukan oleh berbagai negara dengan berbagai cara demi
memperbaiki citra negara tersebut.Dengan berbagai IPK rendah yang diperoleh,
berbagai macam faktor penyebabnya,berbagai macam cara untuk menanggulanginya juga berbagai macam dampak yang diakibatkannya selalu
dilakukan pengkajian secara kontinyu.
I. Upaya-Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Sejarah perjalanan korupsi memang hampir
setua dengan sejarah perjalanan hidup manusia
itu
sendiri.Ketika manusia mulai mengenal relasi sosial yang ditindak lanjuti dengan interaksi ekonomi,
makasaat itulah hampir dapat dipastikan telah terjadinya korupsi, yang berlangsung hingga saat ini.
Mungkin tidak terlalu berlebihan jika korupsi dianggap sebagai budaya. Tentunya perilaku
korupsisaat itu menyesuaikan dengan situasi yang ada.
sendiri.Ketika manusia mulai mengenal relasi sosial yang ditindak lanjuti dengan interaksi ekonomi,
makasaat itulah hampir dapat dipastikan telah terjadinya korupsi, yang berlangsung hingga saat ini.
Mungkin tidak terlalu berlebihan jika korupsi dianggap sebagai budaya. Tentunya perilaku
korupsisaat itu menyesuaikan dengan situasi yang ada.
Untuk memberantas korupsi harus mengupayakan tindakan-tindakan
yangbersifat
integral, multi dimensional,berkelanjutan dan simultan.Dalam melakukan penanggulangan dapat
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang telah mendapatkan kesepakatan dari berbagai
pihak yang dianggap men-dukung,serta disesuaikan dengan berbagai infrastruktur juga
suprastruktur yang ada.
integral, multi dimensional,berkelanjutan dan simultan.Dalam melakukan penanggulangan dapat
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang telah mendapatkan kesepakatan dari berbagai
pihak yang dianggap men-dukung,serta disesuaikan dengan berbagai infrastruktur juga
suprastruktur yang ada.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga
saat ini telah
menempuh sejarah perjalanan yang panjang. Upaya yang ditempuh dibedakan menjadi 2 (dua)
bentuk kebijakan, yaitu melalui pembentukan peraturan perundangan dan pembentukan lembaga
atau institusi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh pemerintah
dan masyarakat. Upaya –upaya tersebut adalah :
menempuh sejarah perjalanan yang panjang. Upaya yang ditempuh dibedakan menjadi 2 (dua)
bentuk kebijakan, yaitu melalui pembentukan peraturan perundangan dan pembentukan lembaga
atau institusi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh pemerintah
dan masyarakat. Upaya –upaya tersebut adalah :
1. Pembentukan Peraturan Perundangan Sebagai
Upaya Pemberantasan Korupsi
Indonesia adalah negara hukum,oleh karena
itu pembutan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus dituangkan dalam
produk hukum atau peraturan perundangan. Hal ini mutlak dilakukan demi
mewujudkan komitmen sebagai negara hukum dan terpenuhinya asas legalitas, serta
demi terciptanya kesamaan persepsi dari berbagai pihak.Beberapa peraturan
perundangan yang berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
antara lain :
a. Beberapa Pasal Yang Tercantum Dalam Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana ( KUHP),terdiri :
1).Pasal 209 tentang memberikan hadiah atau perjanjian kepada pegawai negeri untuk membujuk
pegawai negeri tersebut berbuat sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya.
pegawai negeri tersebut berbuat sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya.
2).Pasal 210 tentang memberikan hadiah atau perjanjian dengan
maksud untuk mempengaruhi kepu-
tusannya
3).Pasal 415 tentang pegawai negeri yang dengan sengaja menggelapkan uang ataukertas berhar-
ga yang disimpan karena jabatannya.
ga yang disimpan karena jabatannya.
4). Pasal 417 tentang pegawai negeri yang menggelapkan atau menghancurkan barangyang diguna-
kan untuk menjadi tanda keyakinan (misal akte dll) atau membiarkan orang lain melakukan hal itu.
kan untuk menjadi tanda keyakinan (misal akte dll) atau membiarkan orang lain melakukan hal itu.
5). Pasal 419 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah untu melakukan sesuatu yang ber-
lawanan dengan kewajibannya.
lawanan dengan kewajibannya.
6). Pasal 420 tentang hakim yang menerima hadiah atau perjanjian untuk mempengaruhi keputusan
perkara yang harus diputuskannya.
perkara yang harus diputuskannya.
7). Pasal 423 tentang pegawai negeri dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hak seseorang secara sewenang-wenang.
dengan melawan hak seseorang secara sewenang-wenang.
8). Pasal 435 tentang pegawai negeri yang dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, penye-
rahan atau hak gadai yang pengurusannya atau pengawasannya, ketika perbuatan itu dilakukan
sama sekali atau sebagaian diserahkan kepadanya.
rahan atau hak gadai yang pengurusannya atau pengawasannya, ketika perbuatan itu dilakukan
sama sekali atau sebagaian diserahkan kepadanya.
b. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perpu) Nomor 24 Tahun1960 Tentang
Pemberan-
tasan Korupsi.
tasan Korupsi.
c. Undang–Undang
Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tin -dak Pidana Korupsi
d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang
Tindak Pidana Suap
e. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor X/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,dan
Nepotisme.
f. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih, dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepostisme
g. Undang - Undang No.31 Tahun1999 diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2000
tentang Tindak Pidana Korupsi.
h. Undang–Undang No.30 Tahun 2002tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
g. Undang - Undang No.31 Tahun1999 diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2000
tentang Tindak Pidana Korupsi.
h. Undang–Undang No.30 Tahun 2002tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
i. UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
j. UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
k. UU No. 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
l. UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik
m. UU No. 37
Tahun 2008 tentang Ombudsman
n. Undang-Undang
No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
2. Pembentukan Beberapa Institusi Atau Lembaga Sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi Oleh Pemerintah
Beberapa institusi atau lembaga yang
berperan dalam upaya
pemberantasan korupsi, antara lain :
a. Panitia Retooling Aparatur Negara ( PARAN ) pada tahun 1950.
Lembaga ini dibentuk dengan landasan
hukumnya Undang-Undang Darurat Tahun 1950.
b. Operasi Tertib ( OPSTIB ) pada tahun 1973.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
c. Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (
KPKPN )
1) Landasan Hukum Pembentukan Komisi
Pemeriksa Kekayaan Pe-nyelenggara Negara Komisi ini dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan
Negara yang
Bersih Bebas Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.
2) Tugas Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
2) Tugas Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara yang selanjutnya disebut Komisi Pemeriksa adalah
lembaga independen yang bertugas memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan mantan penye-lenggara negara untuk mencegah timbulnya praktek korupsi,kolusi dan nepotisme.
lembaga independen yang bertugas memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan mantan penye-lenggara negara untuk mencegah timbulnya praktek korupsi,kolusi dan nepotisme.
d. Lembaga Ombudsman.
Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan
oleh penye-lenggaranegara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya
menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus
merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu di-tumbuhkembangkan dan
diaplikasikan guna mencegah dan meng-hapuskan penyalahgunaan wewenang oleh
aparatur penyeleggara negara dan pemerintahan. Demi terwujudnya aparatur penyelenggara
negara dan pemerintahan yang efektif danefisien, jujur, bersih, terbuka serta
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka perlu dibentuk lembaga
Ombudsman Republik Indonesia;
1) Dasar Hukum Lembaga Ombudsman
Keberadan lembaga Ombudsman didasarkan pada Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Om-
budsman.
budsman.
2) Tugas Dan Kewenangan Lembaga Ombudsman
Sesuai ketentuan pada Pasal 1 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerin-tahan termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan
Badan Hukum Milik Ne-gara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas me-nyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau se-luruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja ne-gara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja
e.Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( TGPTPK Tindak pidana korupsi merupakan produk kejahatan orang-orang dengan kualitas intelektual yang memadai dan umumnya memiliki posisi sebagai pemegang pembuat kebijakan. Dengan kewenangan yang dimi-liki, mereka dapat membuat kebijakan yang menyimpang untuk kepen-tingn diri sendiri maupun kroninya, sedangkan dengan kemampuan yang dimilikinya dapat digunakan untuk mencari dan menggali trik serta intrik tertentu agar tindak pidana korupsi yang dilakukan tidak mudah terdeteksi secara hukum, terutama dalam hal pembuktiannya.
e.Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( TGPTPK Tindak pidana korupsi merupakan produk kejahatan orang-orang dengan kualitas intelektual yang memadai dan umumnya memiliki posisi sebagai pemegang pembuat kebijakan. Dengan kewenangan yang dimi-liki, mereka dapat membuat kebijakan yang menyimpang untuk kepen-tingn diri sendiri maupun kroninya, sedangkan dengan kemampuan yang dimilikinya dapat digunakan untuk mencari dan menggali trik serta intrik tertentu agar tindak pidana korupsi yang dilakukan tidak mudah terdeteksi secara hukum, terutama dalam hal pembuktiannya.
Tindak pidana korupsi yang sulit
pembuktiannya antara lain adalah tindak pidana korupsi di bidang perbankan,
perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di
bidang moneter dan keuangan. Untuk mengungkap tindak pidana yang berkategori
sulit, maka dibutuhkan institusi yang memiliki kemampuan yang lebih spesifik.
Tindak Pidana Korupsi yang sulit
pembuktiannya sesuai ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Pemerintah ( PP )
Nomor 19 Tahun 2000, yaitu tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan,
pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang
moneter dan keuangan yang bersifat lintas sektoral, dilakukandengan menggunakan
teknologi canggih; ataudilakukan oleh tersangka atau terdakwa yang berstatus
sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotism.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan keberadaan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK),antara lain :
Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan keberadaan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK),antara lain :
1). Dasar Hukum Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Tim ini dibentuk berdasarkanPeraturan Pemerintah ( PP ) No 19 Ta -
hun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Ko-
rupsi
2). Tugas Tim Gabungan Pemberantasan Pemberantasan Tindak
Pida-
na Korupsi.
Sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat 1 PP No 19 Tahun 2000, tugas Tim Gabungan Pemberantasan
Pemberantasan Tindak Pidana Ko-rupsi, adalah “ Mengkoordinasikan penyidikan dan penuntutan
terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi “
Sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat 1 PP No 19 Tahun 2000, tugas Tim Gabungan Pemberantasan
Pemberantasan Tindak Pidana Ko-rupsi, adalah “ Mengkoordinasikan penyidikan dan penuntutan
terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi “
f.. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK)
Kejahatan dibidang moneter dalam berbagai
bentuk, memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keberadaan suatu negara,
baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Kejahatan dibidang meneter
memiliki banyak ragam, antara lain kejahatan perbankkan, korupsi dan pencucian
uang.
Tindak pidana pencucian uang tidak hanya
mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga
dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Beberapa hal yang berkaitan atas
keberadaan institusi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, yaitu :
1). Dasar Hukum PPATK
PPATK dibentuk berdasarkanketentuan Pasal
1 Ayat (2) Undang
-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tindak
Pidana Pencucian
Uang, bahwa “ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keu-angan yang selanjutnya disingkat
PPATK adalah Lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang
2). Tugas Dan Wewenang PPATK
PPATK adalah Lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang
2). Tugas Dan Wewenang PPATK
Sesuai ketentuan dalam Pasal 39 Undang
Nomor 8 Tahun 2008, PPATK
mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, sedangkan mengacu pada ketentuan pasal 41, wewenang PPATK terdiri :
a) Meminta dan mendapatkan data dan informasi
dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewe-nangan
mengelola data dan informasi,
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan
dari profesi tertentu;
b) menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan
c) mengoordinasikan upaya pencegahan tindak
pidana pencucian uang dengan instansi terkait
g. Komisi PemberantasanKorupsi ( KPK)
Pembentukan institusi ini didorong oleh
rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap lembaga hukum konvensional yang
telah ada, yaitu Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang melakukan
fungsi-fungsi penyelidikan dan penyidikan,serta Kejaksaan Republik Indonesia
(KEJARI) yang melakukan fungsi-fungsi penyidikan juga penuntutan dalam
kasus-kasus korupsi.
1) Dasar Hukum Pembentukan KPK
KPK dibentuk berdasarkan ketentuan berdasar Pasal 43
Undang -
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi,ke-
tentuannya adalah sebagai berikut :
a) Dalam waktu paling lambat 2(dua )tahun sejak undang-undang ini
mulai berlaku,dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b) Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat(1) Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999, mempunyai tugas dan
wewenang
melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan sesuai denganketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1)
Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999,terdiri atas unsur Pemerintah dan
melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan sesuai denganketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1)
Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999,terdiri atas unsur Pemerintah dan
unsur masyarakat.
d) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan
organisasi,tata kerja, pertanggung jawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaan Komisi tersebut diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
2) Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantas Korupsi
2) Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantas Korupsi
Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1 Ayat
(3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Korupsi, tugas
serta kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi adalah melakukan serangkaian
tindakan mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, moni-tor, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
h. Satuan Tugas Anti Mafia Hukum
Dalam situasi tertentu dan membutuhkan penanganan khusus, pemerintah diberi kekuasaan untuk membentuk institusi tertentu pula yang bersifat sementara, utamanya dalam upaya penanganan kasus - kasus korupsi.
Beberapa hal yang berkaitan dengan keberadaan
institusiSatu-an Tugas Anti Mafia Hukum, antara lain :
1) Dasar Hukum Pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum
Terbentuknya Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum, berda -
sarkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor
37
Tahun 2009.
2) Tugas Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum
Tugas utama Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum melaku -
kan koordinasi, evaluasi, pemantauan,
pengawasan dan koreksi da -
lam pemberantasan mafia hukum.
i. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban .
Salah satu alat bukti yang sah dalam
proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar,
melihat, atau me-ngalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari
dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak
pidana;
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/ atau korban yang sangat penting
keberadaannya dalam proses peradilan pidana.Berdasarkan pertimbangan tersebut
perlu diben-tuk lembaga yang dapat memberikan perlindungan terhadap keberadaan
saksi.Beberapa hal yang berkaitan dengan keberadaan Lembaga Saksi Dan Korban,
antara lain :
1) Landasan Hukum Pembentukan Lembaga Saksi
Dan Korban
Lembaga ini
dibentukberdasarkanUndang-Undang Nomor 13 Ta-
hun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan
Korban.
2) Tugas Lembaga Saksi Dan Korban
Berdasar ketentuan pada Pasal 1 Ayat (3)
Undang-Undang No – mor 13
Tahun 2006, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, bertugas dan berwenang untuk
memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan atau korban.
j. Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi ( Pengadilan TIPIKOR ).
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
negara hukum yang bertujuanmewujudkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
yang tertib, sejahtera, dan berkeadilan dalam rangka mencapai tujuan negara
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Tindak pidana korupsi telahmenimbulkan
kerusakan dalam ber - bagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu
dilakukan se-cara terusmenerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan
kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia, maupun sumber
daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat
antikorupsi agar terlembaga dalam sistem hukum nasional.
1) Landasan Hukum Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk berdasarkan ketentuan Undang –Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
2) Tugas dan Kewenangan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi
Sesuai
ketentuan Pasal 5 Undang –Undang Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi bertugas memeriksa,mengadili,danmemutus
perkara tindak pidana korupsi. Wewenang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sesuai
ketentuan Pasal 6 Undang Nomor 46 Tahun 2009 memiliki wewenang
memeriksa,mengadili,danmemutus per- kara :
a) tindak pidana korupsi;
b) tindakpidanapencucianuangyangtindakpidanaasalnya adalah
tindak pidana korupsi; dan/atau
c) tindakpidanayangsecarategasdalamundang-undang lain di-
tentukan sebagai tindak pidana korupsi.
3. Lembaga Atau Institusi Yang Dibentuk Oleh Masyarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
Masyarakat sebagai elemen pertama dan
utama dalam bernegara, harus memahami bahwa mereka akan menerima dampak negatif
terjadinya korupsi, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Dampak yang diakibatkan dapat bersifat sementara maupun permanen dalam
kehidupannya. Keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan ko-rupsi dijamin olehUndang-Undang Tipikor
Pasal 41, ketentuannya adalah :
a. Masyarakat dapat berperan serta membantu
pencegahan dan pemberan-tasan tindak pidana korupsi.
b. Peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalamPasal 41 ayat
(1) Undang-Undang Tipikor diwujudkan dalam bentuk :
1) hak mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya du -gaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
2) hak untukmemperoleh pelayanandalam
mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pi -dana
korupsi;
3) hak untuk menyampaikan saran dan
pendapat secara bertang –gung jawab kepada aparat penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
4) Masyarakatpun tergerak hatinya untuk berpartisipasi juga dalam upaya-upaya membantu pemberantasan korupsi
dengan mendirikan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) atau
organisasi-organisasi yang memiliki komitmen memberantas korupsi. Lem-baga-lembaga atau organisasi tersebut antara lain :
a) Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata
Pemerintahan (PARTNER-SHIP)
Organisasi multi-pihak yang dibentuk
untuk mendukung Indo-nesia dalam melaksanakan pembaruan tata
pemerintahan.Ke-mitraan memiliki misi penting di dalam menyebarluaskan
dan melembagakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik da-lam
masyarakat Indonesia melalui program-program pemba-haruan terpadu untuk
memperkuat tata kelola aparatur negara, memperdalam demokrasi,
meningkatkan keamanan serta kea-dilan dan memperbaiki tatakelola ekonomi dan
lingkungan hidup. Indentitas PARTNERSHIP, adalah :
Alamat : Jln.
Brawijaya VIII No. 7 Kebayoran Baru Jakarta 12160
Telpon : (021)
72799566, (021)7208519, (021)7225667
Pengurus : Wicaksono Sarosa
(Executive Director)
b). Indonesia Corruption Watch ( ICW )
Organisasi ini memfasilitasi penyadaran
dan pengorganisasi-an
rakyat dibidang
hak - hak warga negara dan pelayanan pu-blik. Mereka juga mendorong
inisiatif rakyat untuk membong-kar kasus korupsi yang terjadi dan melaporkan
pelakunya ke penegak hukum dan ke masyarakat luas untuk diadili dan men-
dapatkan sanksi sosial. Indentitas dari ICW adalah :
Alamat
: Jl. Kalibata Timur IV/D No. 6 JakartaSelatan, In -
donesia
Telpon
: +62 - 21 - 7901 885, 7994 015
Fax :
+62 - 21 - 7994 005
Pengurus : J.
Danang Widoyoko (Kordinator)
c). Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT)
Pusat kajian dibawah Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Pusat kajian dibawah Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada Jogjakarta, yang bertujuan untuk melakukan pengem-
bangan ilmu hukum dan kajian pemberantasan korupsi.
Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan kinerja Universi-
tas Gajah Mada dalam pemberantasan korupsi melalui kajian
hukum terkait tindak pidana korupsi, serta
penelitian dan eksa-
minasi putusan pengadilan terhadap kasus korupsi. Indentitas
d... Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
Organisasi independen yang dibentuk untuk
mendorong terwu-
judnya sistem integritas nasional, yang
dalam kegiatannya mela-
kukan penelitian dankajian mengenai segala
hal yang berkaitan
dengan konsepsitransparansi.
Indentitas MTI adalah :
Alamat :
Jln.Polombangkeng No. 11 Kebayoran Baru Ja -
karta Selatan 12110
Telpon :
(021) 72783670
Fax
: -
Pengurus : Tirta Nugraha Mursitama
(Direktur Eksekutif)
e) …Transparancy International Indonesia
(TII)
Transparency International Indonesia (TII)
merupakan salah satu chapter Transparency International,
sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan trans-paransi
dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai
politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90
chapter lainnya, TII berjuangmembangun dunia yang bersih dari
praktik dan dampak korupsi. Indentitas TII adalah :
Alamat : Jln.
Senayan Bawah No.17 Jakarta 12180
Telpon : (021)7208515
Fax
: (021) 7267815
Pengurus : Teten Masduki (Sekretaris
Jenderal)
Website : http://www.ti.or.id
f)… Perkumpulan Bung Hatta Anticorruption
Award (BHACA)
Perkumpulan BHACA memberikan penghargaan
kepada in -
dividu yang dinilai memiliki kontribusi
dalam perjuangan
melawan korupsi. Peng-hargaan ini
bertujuan untuk menum-
buhkan wahana bagi terwujudnya masyarakat
Indonesia baru
yang bersih dari korupsi dan mendorong
keterlibatanmasyarakat untuk memberikan dukungan, pemberdayaan, dan
perlindungan bagi pribadi yang berjuang melawan korupsi. Indentitas BHACA
adalah :
Alamat :
Plaza Basmar Lt. 2 Jln. Mampang Prapatan Raya
No. 106 Jakarta Selatan 12760
Telpon : (021)
79181249
Fax :
(021) 79181247
Pengurus : -
g) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia
(PSHK)
Lembaga penelitian independen yang
berkontribusi dalam konsistensi penegakan dan pembaruan hukum di Indonesia yang
dalam kegiatannya melakukan kajian, kritik dan usulan konstruktif dalam upaya
pembaruan hukum di Indonesia. Indentitas PSHK adalah :
Alamat :
PuriImperiumOfficePlaza UG 11-12 Jl.
Kuningan Madya Kav 5-6 Jakarta 1298
Telpon : (62-21)
8370-1809
Fax.
: (62-21) 8370-1810
Pengurus : Eryanto Nugroho,SS
(Direktur Eksekutif)
3…Mendorong Masyarakat Untuk Ikut Serta Berpartisipasi Dalam
Pemberan-
tasan Korupsi Melalui Forum-Forum
Keagamaan
Agama merupakan hal yang substansial dan
fundamental dan fundamental dalam kehidupan manusia. Nilai-nilai keagamaan
menga-jarkan tuntunan dan pola-pola kehidupan manusia dalam menjalin hu-bungan
dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dalam kehidupan ber-masyarakat, berbangsa maupun
bernegara. Agama adalah sesuatu yang bersifat universal atau non politis dan
independen.
Sifat-sifat baik manusia dalam hal untuk
tidak merugikan pihak la- in atau negara dapat ditimbulkan melalui nilai-nilai
kemanusiaan itu sendi- ri (humanistis), nilai-nilai sosial ( sosiologist ) dan
utamanya nilai-nilai ke- agamaan (religius). Kepekaan seseorang terhadap ketiga
nilai-nilai tersebut amat berbeda.[4]Korupsi adalah suatu perbuatan yang
menyalahi aspek- as-
pek kemanusiaan, kemasyarakatan dan
utamanya agama
Ketiga nilai-nilai kehidupan tersebut
lebih berperan baik dalam hal upaya preventif, agar seseorang tidak melakukan
korupsi, namun memiliki fungsi juga untuk mengendalikan seseorang yang telah
melakukan korupsi untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Mereka diberi
pemahaman bahwa, perbuatan korupsi yang akan atau telah dilakukan sangat
me-rugikan dirinya sendiri karena telah berbuat sesuatu yang dapat merugikan
dirinya secara moril, merugikan orang lain bahkan telah melanggar perintah
agama yang bermuara dosa.
Berkaitan dengan upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia, forum keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Majelis
Ulama Indonesia (MUI)
telah mengeluarkan fatwanya pada tanggal 29 Juli 2000, bahwa korupsi adalah
perbuatan yang haram untuk dilakukan. Pernyataan ini seharusnya dapat menyentuh
nilai-nilai keagamaan bagi seseorang untuk mengendalikan diri agar tidak
melakukan korupsi.
J.Hambatan-Hambatan Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
Berdasarkan pengamatan
beberapa media massa,dari tahun ke tahun tindak pidana korupsi dalam hal
kualitas serta kuantitasnya ada gejala me-ngalami kenaikan yang cukup
signifikan. Potensi kerugian negara secara ekonomis yang diakibatkanyapun
semakin membengkak,bahkan telah meram-bah ke sektor – sektor lain utamanya
politik, meskipuntelah banyak
pula upa-ya-upaya yang dilakukan untuk membendung laju perkembangan tindak
pidana korupsi baik yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Tampaknya hasil yang
signifikan dari upaya - upaya tersebut belum jelas, karena begitu banyaknya
pula hambatan-hambatan yang harus diha-dapinya.Banyak faktor yang dapat menjadi
penghambat dalam upaya pem-berantasan korupsi, Dari tahun ke tahun dalam hal
kualitas serta kuantitasnya ada gejala mengalami kenaikanyang cukup signifikan.
Potensi kerugian keuangan negara yang diakibatkan pun semakin membengkak,
bahkan telah merambah ke sektor-sektor lain utamanya politik. Ada 2 (dua) faktor
utama yang menjadi penghambat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,
yaitu faktor internal (dari dalam negeri)
dan faktor eksternal (dari negara lain ).
1. Faktor-Faktor Internal Yang Menghambat
Upaya Pemberantasan Korupsi :
a. Faktor Yuridis
1).Rendahnya ancaman pidana dalam tindak
pidana korupsi
2).Kurang relevannya beberapa peraturan
perundang-undangan yang ber-
fungsi sebagai sarana yang dianggap luar
biasa dalam penanganan
tindak pidana korupsi (extra ordinary
measures)
b. Faktor Non Yuridis
Faktor yang lebih dominan dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indo-
nesia terletak pada faktor-faktor yang
bersifat non yuridis meliputi :
1).KurangnyaKewibawaanPemerintah
Kurangnya kewibawaan pemerintah dalam memberantas korupsi dapat
Kurangnya kewibawaan pemerintah dalam memberantas korupsi dapat
mengakibatkan masyarakat bisa bersifat apatis terhadap segala an-
juran - anjuran dan tindakan pemerintah. Sifat-sifat yang
demikian
ini jelas bahwa ketahanan nasional akan rapuh karena anggota
masyarakat merasa dirinya tidak ikut
bertanggung jawab dalam keu-
tuhan nasional atau negara. Dalam situasimasyarakat yang demikian
ini akan dapat dimanfaatkan oleh
lawan-lawan politik atau pihak
lain
yang tidak bertanggung jawab
untukmerongrong kewibawaan peme-
rintah yang sedang berkuasa.
Jika kita ingat kembali terjemahan coruption di dalam bahasa Indonesia disebut jahat, busuk, mudah disuap maka dapatlah kita katakana penyuapan di Indonesia sudah menjadi
penyakit masyarakat. Tentunya yang dimaksud dengan penyuapan ialah bahwa masyarakat
Indonesia ini mau menerima
suapan.
Bangsa Indonesia dengan gigih memperjuangkan wawasan Nusantara adalah untuk keamanandan ketahanan Nasional kita. Keamanan dan ketahanan itu akan menjadi rapuh jika benar-benar masyarakat Indonesia mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak mendominir atau memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan akan menggunakan penyuapan se-bagai salah satu sarana untuk mewujudkan cita-citanya.bila aparat-aparat pendukungdan inti Ketahanan Nasional kita telah kejangkitan penyakit korupsi maka akan timbul hilangnya atau berkurangnya loyalitas aparat-aparat tersebut terhadap Negara dan Bangsa. Perasaan Nasionalisme akan menjadi berkurang yang dapat menimbulkan peluang-peluang bagi subversi komunis ataupun subversi lain di Indonesia.
Bangsa Indonesia dengan gigih memperjuangkan wawasan Nusantara adalah untuk keamanandan ketahanan Nasional kita. Keamanan dan ketahanan itu akan menjadi rapuh jika benar-benar masyarakat Indonesia mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak mendominir atau memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan akan menggunakan penyuapan se-bagai salah satu sarana untuk mewujudkan cita-citanya.bila aparat-aparat pendukungdan inti Ketahanan Nasional kita telah kejangkitan penyakit korupsi maka akan timbul hilangnya atau berkurangnya loyalitas aparat-aparat tersebut terhadap Negara dan Bangsa. Perasaan Nasionalisme akan menjadi berkurang yang dapat menimbulkan peluang-peluang bagi subversi komunis ataupun subversi lain di Indonesia.
2). Rendahnya Mentalitas Pejabat
Pemerintah .
Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi ialah bahwa korupsi
Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi ialah bahwa korupsi
dapat merusak mental para pejabat pemerintah. Segala sesuatu
akan dilihat dari kacamata materi saja sehingga lupa akan
tugas -
nya sebagai pejabat pemerintah. Pejabat-pejabat yang bermental
korupsi berpikir dalam hatinya mengenai apa yang bisa diambil
dari negara dan bangsa ini.
Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh
John.F.Kennedy
waktu penyumpahan beliau sebagai presiden USA “Don’t ask
what your do for your country can dofor you, but ask your self
what can you do for your
country” yang terjemahannya
sebagai
berikut: “ Janganlah kau
bertanya apa yang
dapat diberikan oleh
negara kepadamu tetapi tanyalah kepada dirimu apa yang dapat
kau sumbangkan kepada negaramu”.
Indonesia, sebagaimana juga di negara - negara
lain yang sedang
berkembang, ucapan J.F. Kennedy ini diputar balikan tanpa me –
mikirkan kelanjutan hidup dari pada bangsa dan negaranya.
Sesuatuhal yang sangat berbahaya lagi adalah, jika gene-
rasi muda ini mencontoh dan mewarisi sifat korupsi yang ber-
jangkit dalam
masyarakat Indonesia sekarang, jika hal ini sampai
terjadi, maka
cita– cita untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang dicita-citakan bangsa ini sesuai amanat UUD 1945,
akan menjadi angan - angan belaka atau
mengalami kegagalan un -
tuk mewujudkannya.
3) Lemahnya Penegakan Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum,
dimana segala se -
suatunya harus didasarkan kepada hukum (
rule of law ), jadi bukan
berdasarkan pada kekuasaan, oleh karenanya terwujudnya tertib hukum merupakan suatu keharusan bagi keberlangsungan hidup semua aspek
dalam berbangsa
dan bernegara. Tanggung jawab akan hal ini bukan hanya terletak pada penegak hukum saja tetapi merupakan tanggung jawab seluruh
masyarakat
Indo-nesia. .
Bahwa cita-cita terwujudnya tertib hukum tidak akan dapat dicapai jika korupsi merajalela di kalangan penegak hukum, sehingga hukum tidak dapat ditegakan terhadap penyelewengan atau pelaku-pelaku yang merongrong ketertiban hukum itu. Faktor utama yang mutlak diperlukan dalam pemberantasan korupsi adalah karakter kepemimpinan politik dan birokrasi yang bersih, tegas, cerdas, berwibawa, adil, kerakyatan, anti korupsi, tidak lamban, mengutamakan tindakan nyata daripada beretorika serta tidak egosentris.
Bahwa cita-cita terwujudnya tertib hukum tidak akan dapat dicapai jika korupsi merajalela di kalangan penegak hukum, sehingga hukum tidak dapat ditegakan terhadap penyelewengan atau pelaku-pelaku yang merongrong ketertiban hukum itu. Faktor utama yang mutlak diperlukan dalam pemberantasan korupsi adalah karakter kepemimpinan politik dan birokrasi yang bersih, tegas, cerdas, berwibawa, adil, kerakyatan, anti korupsi, tidak lamban, mengutamakan tindakan nyata daripada beretorika serta tidak egosentris.
Jika karakter kepemimpinan seperti di atas yang
dijadikan tolok ukur
untuk menjadi pemimipin negeri ini, maka
bukan hal yang
tidak mungkin, perjalanan panjang dan penuh hambatan da-lam pemberantasan korupsi akan membuahkan hasil yaitu, ter-ciptanya
masyarakat adil dan makmur.
4). Besarnya Intervensi Kekuasaan dan Politik
Di negara-negara yang manganut paham
demokrasi termasuk Indonesia, lembaga peradilan harus didudukkan sebagai lembaga yang harus menegakkan keadilan. Keadilan antara lain
diposisi-kannya hukum sebagai panglima atau memiliki kedudukan yang tertinggi di suatu negara, bukannya kekuasaan. Sesuai ketentuan dalam Pasal 1 Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman dinyatakan bahwa, “ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menjalankan
pera-dilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pan-casila, demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia “.
Kenyataannya, dalam kasus-kasus korupsi,
sering terjadi pemeganggang kekuasan melakukan intervensi terhadap proses
peradilan tindak pidana korupsi. Hal ini sangat menyimpang dari ketentuan Pasal 1 UU Nomor 4 th 2004tersebut. Dengan demikian
putusan-putusan yang dihasilkan
oleh lembaga peradilan sering tidak mencerminkan rasa keadilan didalam
masyarakat.
Selain kekuasaan yang ikut mencampuri
proses peradilan, kepen
tingan politikpun banyak masuk ke wilayah
peradilan.Para politisi dan pemegang kekuasaan dengan tujuan tertentu, misal
untuk melindungi jabatannya atau melindungi kepentingan-kepentingan kelompoknya sering
kali melakukan manuver-manuver tertentu yang mengarah kepada proses
peradilan yang tidak fair,tebang pilih dansejenisnya.
5) MaraknyaMafiaPeradilan .
Katamafia mengandung konotasi negatif, namun demikian,didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta, Balai Pustaka, 2002, kata itu sendiri tidakdijum-pai. Menurut kaca mata umum, kata tersebut dapat dipadankan dengan geng ( gang ), yang berarti “segerombolan orang-orang yang melakukan kegiatan atau tindakan yang terlarang secara bersama-sama”.
Katamafia mengandung konotasi negatif, namun demikian,didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta, Balai Pustaka, 2002, kata itu sendiri tidakdijum-pai. Menurut kaca mata umum, kata tersebut dapat dipadankan dengan geng ( gang ), yang berarti “segerombolan orang-orang yang melakukan kegiatan atau tindakan yang terlarang secara bersama-sama”.
Dalam dunia kejahatan, kata mafia berkonotasi negatif tak jauh
berbedadengan pengertian makna diatas tersebut, sebagaimana pemaknaanumum dalam
artian luas. Mafia adalah kelompok-ke-lompok rahasia yang terlibat dalam
kejahatan terorganisir tersebar di banyak negara.
Sedangkan untuk kata mafia peradilan tak
asing lagi ditelinga kita.
Memang masyarakat luas
sering mendengar kosa kata ‘mafia peradilan’, tapi tak pernah dapat
membuktikan, seperti apa sosok dan bentuk yang namanya mafia peradilan itu.
Namun, sejak dibukanya percakapan di dalam sidang Mahkamah Konstitusi, yang
dulunya selalu menjadi teka teki itu, semuanya menjadi terang-benderang.
Masyarakat luas menjadi sangat tersentak dan baru menyakini serta menyadari
bahwa mafia peradilan sudah sangat sistemik, dan menguasai seluruh jaringan
lembaga penegak hukum di Indonesia.
Komisi Pemantau Peradilan mengungkapkan
bahwa, telah ada pola kerja sama yang melibatkan hampir seluruh pelaku di dunia
peradilan, mulai dari hakim, pengacara, jaksa, polisi, panitera sampai karyawan
dan tukang parkir di pengadilan, dengan tujuan menghindari proses penanganan
perkara yang semestinya. Hal ini terjadi mulai dari pengadilan negeri hingga
MA. Mafia peradilan sering disebut kejahatan yang terorganisir (organized
crime).
Ada empat bentuk modus operandi mafia
peradilan yang kerap terjadi di peradilan Indonesia. Pertama, penundaan
pembacaan putusan oleh majelis hakim. Kedua, manipulasi fakta hukum. Ketiga,
manipulasi penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan
fakta hukum yang terungkap di persidangan. Modus keempat atau yang terakhir, berupa
pencarian peraturan perundang-undangan oleh majelis hakim agar dakwaan jaksa
ber-alih ke pihak lain.
2. Faktor-Faktor Eksternal Yang
Menghambat Upaya Pemberantasan
Korupsi
Lemahnya implementasi dari perjanjian
ekstradisi antara Indonesia-Singapura yang bertujuan untuk pengembalian para
bu-ronan koruptor yang melarikan diri ke negara Singapura. Inti dari perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dan Singapura adalah pemusatan pemberantasan tindak
pidana korupsi yang secara internasional telah dikategorikan sebagai sebuah
kejahatan interlasional, yakni dalam konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003
(United Nation Convention Against Corruption).
Sebagai tindak lanjut dari kewajiban
internasional tersebut, maka dalam kesepakatan organisasi regional
negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) telah secara bersama-sama mendeklarasikan
diri bersepakat untuk meningkatkan efektifitas lembaga penegak hukum dari para
pihak dalam pencegahan, penyidikan, penuntutan, dan yang berhubungan dengan
penanganan perkara pidana melalui kerja sama dan bantuan timbal balik dalam
masalah pidana, dengan menan-datangani Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik
dalam Masalah Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters).
Kenyataannya adalah, bahwa perjanjian
ekstradisi antara Indonesia-Singapura pada saat ini perjanjian tersebut belum
efektif karena banyaknya hambatan-hambatan didalam menjalankan per-janjian
tersebut diantaranya perbedaan sistem hukum antara kedua negara, dan belum diratifikasinya perjanjian
ekstradisi tersebut. Se-perti kita ketahui dari berbagai media masa bahwa,saat
ini Singapura selalu dijadikan transit baik koruptor maupun uang jarahannya
dari Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada umumnya para koruptor
merasa nyaman lari ke Singapura atau menyelamatkan aset-nya di bank-bank
Singapura.
K. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemerintah sebagai pihak yang diberi mandat oleh rakyat, harus melakukan upaya-upaya yang lebih kongkrit, sungguh-sungguh serta progresif dan
akseleratif pada masa
yangakan datang dalam menanggulangi korupsi, mengingat korupsi saat ini sudah
dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordonari crime) sehingga dibutuhkan penanganan
yang penanganan yang luar
biasa (extra ordonary measures) pula.
Korupsi termasuk sebagai salah satu penyakit sosial yang
serius, sehingga membutuhkan terapi-terapi khusus dan khas dibanding
penyakit-penyakit sosial lainnya. Berbagai produk kejahatan tumbuh dan berkembang seiring
perkembangan zaman,yang diakibatkan oleh berbagai faktor, antaralain arus
globalisasi,sifat-sifat interdependensi dari berbagai pihak serta pesat-nya
perkembangan tehnologi,utamanya tehnologi dibidang informatika dan komunikasi.
Korupsi merupakan bentuk kejahatan yang
banyak diotaki kalangan tertentu,misalnya: kalangan politisi,birokrasi dan mereka
yang dekat dengan akses kekuasaan serta kalangan dunia usaha.Rata-rata diantara
mereka memiliki kemampuan dalam berbagai bidang,antara lain : dukungan masa,
kemampuan finansial, penguasan sistem dalam pemerintahan,penguasaan me-dan
dan kemampuan
membangun system atau jaringan yang berskala nasional bahkan internasional
serta memiliki tingkat kemampuan inteltual diatas rata-rata , tetapi tingkat
moralitasnya sangat rendah.
Kalau dikaji dari potensi-potensi yang
dimiliki,tentunya hal tersebut akan digunakan dalam menjalankan aksi - aksi mereka.Oleh karenanya
dari waktu
kewaktu modus-modus operandi yang digunakan selalu mengalami kemajuan serta
kerugian negara yang diakibatkan semakin besar. Berdasarkan hasil paparan
tersebut diatas,maka tidak terlalu berlebihan jika korupsi dinya-takan sebagai extra ordinary crime ( kejahatan luar biasa ). Oleh karena itu
dibutuhkan upaya-upaya
yang luar biasa pula ( extra
ordinary measures )
untuk menanggulanginya.
Mengingat kenyataan-kenyataan tersebut
diatas, maka setiap saat pemerintah harus selalu berusaha menghambat laju
progresisivitas mereka, bahkan jika memungkinkan menghentikan sama sekali.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah sifatnyaharusakan datang dalam
menanggulangi korupsi, mengingat korupsi saat ini
sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordonari crime) sehingga dibutuhkan penanganan
yang penanganan yang luar
biasa (extra ordonary measures) pula.
Dilihatdaripolitikkriminal,usaha-usahayangrasionaluntuk
mengendalikan
atau menanggulangi kejahatan, maka upaya penanggulangannya
sudahbarangtentutidakhanyamenggunakansaranapenaltetapidapatjuga
denganmengunakansarananon-penalterlebihmengingat karenaketerbata-
sandarisaranapenalitusendiri.
Upayapenggulangan
kejahatandenganmelaluisarananonpenal
akanlebihmempunyaisifatpencegahan.Sehinggayangmenjadisasaran
utamapenanganannyaadalahmengenaifactor
-faktorpenyebabterjadinya
kejahatan.Faktor-faktortersebutadalahyangditujukanterhadapkondisi-
kondisisocial yangsecaralangsung
maupuntidaklangsungdapatmenim-
bulkankejahatanatautindakpidana.
Usaha-usahanonpenalinidapatmeliputibidangyangsangatlu-assekali
diseluruhsektorkebijakansosialsepertimisalnyapenyantunandanpendidikan
sosialdalamrangkamengembangkantanggungjawabsosialwargamasyarakat,
penggarapankesehatanjiwamasyarakatmelaluipendidikan mo-moral,agamadansejenisnya
Kebijakan hukum
pidana (penal
policy), pada umumnya melalui beberapatahapan, yaitu tahap formulasi (kebijakan legislatif), tahapaplikasi (kebijayudikatf/yudisial)
dan tahap eksekusi (kebijakan ekse-kutif/administratif ). Diantara ketiga tahap tersebut , menurut pendapat
penulis tahap formulasi memiliki posisi yang strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidanakorupsi.Kesalahan/ kelemahan
kebijakanlegislatif merupakan kesalahan yang potensial sebagai penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan
korupsi pada tahap aplikasi dan eksekusi.
Pengkajian berbagai produk
perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi harus selalu
dilakukan,agar diperoleh suatu format hukum yang lebih implementatif,efektif
dan efisien. Mengingat korupsi sudah dikategorikan kejahatan yang luar biasa,sistemik
dan endemik.
Pemerintah sebagai pihak yang diberi mandat oleh rakyat,harus melakukan upaya-upaya yang lebih kongkrit , sungguh-sungguh
serta pro-gresif dan
akseleratif pada masa
yang akan datang dalam menanggulangi korupsi, mengingat korupsi saat ini sudah
dikategorikan kejahatan luar biasa (extra ordonary crime), sehingga
dibutuhkan penanganan yang luar biasa(extra ordonary measures).Korupsitermasuk sebagai salah satu
penyakit sosial yang serius, sehingga membutuhkan
terapi-terapi khususdan khas dibanding
penyakit-penyakit sosial lainnya.
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tersebut harus dituangkan dalam suatu kebijakan untuk penanggulangan korupsi,agar
diperoleh kesamaan visidalam bertindak serta terpenuhinya asas legalitas, mengingat Indonesia adalah negara
hukum.Hukum yang telah dipilih sebagai sarana untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, bernegara dan berbangsa yang berwujud peraturan
perundang-undangan, maka perlu ditindaklanjuti dengan usaha
pelaksanaan hukum itu secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan harus selalu
diadakan pengkajian terhadap peraturan perundangan yang telah ada.
Khusus untuk tindak pidana korupsi, pengkajian dan pem-baharuan hukum harus
selalu diadakan secara sistematis dan integral, meliputi : substansi, strukturdan kultur.Dalam menangulangi tindak
pidana korupsi yang selalu tumbuh dan berkembang saat
ini, kebijakan hukum pidana yang telah dibuat harus selalu diupayakan secara
berkelanjutan, dikaji, dievaluasi serta dilakukan langkah-langkah inovasi
sampai didapatkan suatu format kebijakan hukum pidana yang dianggap relevan
serta, mampu mengantisipasi perkembangan dalam hal kuantitas juga kualitas
tindak pidana korupsi pada masa-masa yang akan datang.
Usaha pemberantasan tindak pidanakorupsi melalui pembuatan undang – undang (hukum pidana), pada
hakekatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan negara serta masyarakat (social defence) dalam mewujudkan suatu kesejahteraan masyarakat ( social welfare). Suatu hal yang wajarpulalah, apabila kebijakan atau politik hukum
pidana juga meru-pakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy).
Tindakan berupa kebijakan sosial (social policy) dapat diartikan sebagai segala usaha yang
rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, maka didalam pengertian “social policy”meliputi pula didalamnya “social welfare policy” dan “social defence policy”.. Penggunakan hukum pidana dalam rangka
penanggulangan tindak pidanaharus mempertimbangkan hal - hal beri-kut ini :
1. Penggunaan Hukum Pidana Harus
Memperhatikan Tujuan Pembangunan Nasional
Tujuan pembangnan nasional Indonesia,
yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berda-sarkan Pancasila. Sehubungan dengan hal ini maka, penggunaan hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pangugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejah-teraan dan
pengayoman masyarakat
2. Perbuatan Yang Diusahakan Untuk Dicegah
Atau Ditanggulangi Dengan
Hukum PidanaHarus Merupakan Perbuatan Yang Tidak
Dikehendaki
Perbuatan yang tidak dikehendaki dalam
masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang dapat mendatangkan keru-gian secara
material dan atau spiritual atas warga masyarakat.
3. Penggunaan Hukum Pidana Harus Pula
Memperhitungkan Prinsip Biaya Dan Hasil.
Perencanaan yang matang serta cermat
dengan memperhitungkan biaya dan hasil serta waktu harus diperhitungkan secara
benar untuk membuat suatu kebijakan, utamanya kebijakan dalam hukum pidana yang
dapat berakibat menguntungkan atau merugikan, baik dalam jangka waktu yang
singkat maupun dalam jangka panjang.
4. Penggunaan Hukum Pidana Harus Pula
Memperhatikan Kapasitas AtauKemampuan Daya Kerja Dari Badan – Badan Penegak
Hukum Yang Ada
Yang dimaksudkan adalah jangan sampai
adakelampauan beban tugas dan kewenangan dari penegak-penegak hukum yang telah
ada, karena kalau hal ini terjadi dapat menimbulkan permasalahan-perma-salahan
baru yang lebih rumit penyelesaiannya (complicated)...........
Sumber :
Ahmad Fauzi,”Budaya
Korupsi Ditinjai dari Aspek Islam”,
Karya Jaya,Surabaya
Arsani Weda,”Mengenal
korupsi”,Sandena,Bandung,2008
Aris Mawardi,”Mengenal
Seluk Beluk Korupsi”,Labela,
Bogor,2007
Arwani Setya,”Budaya
Korupsi”,Tamela,Medan,,2006
Baharudin,”Dampak
Korupsi Terhadap Krisis Ekonomi”,
Bahtera,Malang,2010
Ferdiansyah,”Memburu
Para Koruptor”,Dewa Ilmu,Jakarta,2009
Hanung
Prabowo,”Dampak-Dampak Korupsi Dalam
Kehidupan”,
Rona,Malang,2004
Ramelan,”Korelasi
Antara Korupsi Dengan Berbagai Kejahatan Lain,”,
Bahagia,Bogor,2009,
Renaldi,”Memaknai
Korupsi”,Pustaka Ilmu,Jakarta,2001
Rudiansyah,”Komersialisasi
Pendidikan”, Pustaka Ilmu,Bandung,207
Subagyo,”Hukum
Pidana dan Implementasinya”,Persada,Surakarta,2008
Viva News,”Demoralisasi
Akibat Korupsi”
http
:/bisnis.vivanews.com/news/read/206368-anjen-timiko,
tgl.11
Januari 20011
Viva News,”KPK Selidiki Rekening Gendut Aparat Pajak”
http
:/bisnis.vivanews.com/news/read/208338-dirjen-pajak-gayus-
itu-Cuma-segelintir-saja
Tim BPKP,”Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi”
http :
//www.bpkp.go.id/unit/investivigasi/uppk_kepegawaian.pdf,
14 Maret 2011
No comments:
Post a Comment